INJEKSI Phenytoin Na
I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa memahami pengertian sediaan steril,
2. Mahasiswa mengenal macam sediaan steril,
3. Mahasiswa mengenal proses sterilisasi.
II.
PENDAHULUAN
1.1.Definisi Injeksi
Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
Injeksi
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang. Umumnya hanya larutan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan
steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah
salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan
memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa
takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat,
larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih.
(Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Sterilisasi
adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan
bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas
dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman hal.1254)
Sediaan
steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu :
a. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan
untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
b. Sediaan padat kering atau cairan pekat
yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan
yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi.
Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya
Ampicilin Sodium steril.
c. Sediaan seperti tertera pada no 2,
tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan
dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin
Sodium untuk injeksi.
d. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara intravena atau di dalam
saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril.
Contoh Cortisao Suspensi steril.
e. Sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya
Ampicilin steril untuk suspensi.
2.2 Rute-rute Injeksi
1. Parenteral
Volume Kecil
a. Intradermal
Istilah
intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan
"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit.
Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah
betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi
dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka
penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau
untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b. Intramuskular
Istilah
intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular
menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena,
tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c. Intravena
Istilah
intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak
konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari
obat diperoleh hampir sekejap.
d. Subkutan
Subkutan (SC)
atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan
rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit
daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e. Rute intra-arterial
disuntikkan
langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera
diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f. Intrakardial
Disuntikkan
langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan
darurat seperti gagal jantung.
g. Intraserebral
Injeksi ke dalam
serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam
pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal
Injeksi ke dalam
kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal.
Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute
yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan
untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi yang
digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara
langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k. Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam
sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara
yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi yang
dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute
ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik
atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan yang
digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke
dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk
mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf
spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur
untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai
keadaan tubuh pasien.
2.
Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian
larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal
digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute
ini adalah :
• jenis-jenis cairan yang disuntikkan
lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC
• cairan volume besar dapat disuntikkan
relatif lebih cepat
• efek sistemik dapat segera dicapai
• level darah dari obat yang
terus-menerus disiapkan
• kebangkitan secara langsung untuk membuka vena
untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya
adalah meliputi :
• gangguan kardiovaskuler dan pulmonar
dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat
volume cairan dalam jumlah besar;
• perkembangan potensial
trombophlebitis;
• kemungkinan infeksi lokal atau
sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik
• pembatasan cairan berair.
b. Subkutan
Penyuntikan
subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena
tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan
tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute
intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis
cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis)
dan lebih terbatas zat tambahannya.
2.3
Keuntungan injeksi
a. Respon fisiologis yang cepat dapat
dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi
klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
b. Terapi parenteral diperlukan untuk
obat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran
pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
c. Obat-obat untuk pasien yang tidak
kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
d. Bila memungkinkan, terapi parenteral
memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan
selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara
oral.
e. Penggunaan parenteral dapat
menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan
anestesi.
f. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat
yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode
panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara
i.m.
g. Terapi parenteral dapat memperbaiki
kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
h. Bila makanan tidak dapat diberikan
melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
i. Aksi obat biasanya lebih cepat.
j. Seluruh dosis obat digunakan.
k. Beberapa obat, seperti insulin dan
heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus
diberikan secara parenteral.
l. Beberapa obat mengiritasi ketika
diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara
intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
m. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau
shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
2.4 Kerugian Injeksi
a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh
orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
pemberian rute lain
b. Pada pemberian parenteral dibutuhkan
ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit
tidak dapat dihindari
c. Obat yang diberikan secara parenteral
menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
d. Yang terakhir, karena pada pemberian dan
pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang
lain.
e. Beberapa rasa sakit dapat terjadi
seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan
vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
f. Dalam beberapa kasus, dokter dan
perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
g. Sekali digunakan, obat dengan segera
menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis
setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
h. Pemberian beberapa bahan melalui kulit
membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam
tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang
diinjeksikan.
2.5 Komposisi
Injeksi
1. Bahan aktif
Data zat aktif
yang diperlukan (Preformulasi)
a. Kelarutan
terutama data
kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air
paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan
untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan
larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa
minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat
sediaan suspensi. Jika zat aktif tidak
larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan
untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk
garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk
kompleksnya
b. pH stabilita
pH stabilita
adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja
farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer,
basa lemah atau dapar.
c. Stabilitas zat aktif
Data ini
membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
• Oksigen (Oksidasi) Pada kasus ini,
setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan
antioksidan.
• Air (Hidrolisis) Jika zat aktif
terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
-
Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam/basa atau buffer
- Memilih jenis
pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut
air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya.
-
Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
• Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas
dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
• Cahaya Pengaruh cahaya matahari
dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat.
d. Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif
,Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
e. Dosis
Data ini menentukan
tonisitas larutan dan cara pemberian.
f. Rute pemberian
• Rute pemberian yang akan digunakan
akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal: Volume maksimal sediaan yang dapat
diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute pemberian).
• Pemilihan pelarut disesuaikan dengan
rute pemberian
• Isotonisitas dari sediaan juga
dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi
kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan
waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus
isotonis.
2. Bahan
tambahan
a. Antioksidan : Garam-garam
sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling
umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat,
Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet :
Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol,
Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat,
Fenol.
c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam
etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) :
Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan
monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa,
Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol,
Sorbitol, Gliserin.
3. Bahan Pembawa
Bahan pembawa
injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk parenteral
menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan
jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai
konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit
yang terionisasi dan ikatan hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan
dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Syarat air untuk
injeksi menurut USP :
• Harus dibuat segar dan bebas pirogen
• Tidak mengndung lebih dari 10 ppm dari
total zat padat.
• pH antara 5-7
• Tidak mengandung ion-ion klorida,
sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida, dan kandungan logam berat serta
material organik (tanin, lignin), partikel berada pada batas yang
diperbolehkan.
a) Air Pro Injeksi
Aqua bidest
dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, Besi, Tembaga), juga
tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril
dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah
air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan :
didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api
lalu didinginkan. Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan
60-70oC selama 15 menit. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat
organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi karbon
adsorben dan filtrasi bakteri.
• Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu
menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan
sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan :
Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil
didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
• Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan
mendidihkan air p.i selama 20-30 menit dan pada saatpendinginannya dialiri gas
nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti
apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin,
proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
b) Pembawa Non Air
Pembawa non air
digunakan jika:
• Zat aktif tidak larut dalam air
• Zat aktif terurai dalam air
• Diinginkan kerja depo dalam sediaan
Syarat umum pembawa non air .
• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan
sensitisasi
• Dapat tersatukan dengan zat aktif
• Inert secara farmakologi
• Stabil dalam kondisi di mana sediaan
tersebut biasa digunakan
• Viskositasnya harus sedemikian rupa
sehingga dapat disuntikan dengan muda
• Harus tetap cair pada rentang suhu
yang cukup lebar
• Mempunyai titik didih yang tinggi
sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
• Dapat bercampur dengan air atau cairan
tubuh
2.6
Syarat-syarat Injeksi
a. Bebas dari mikroorganisme, steril atau
dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya
kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
b. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri
dan bahan pirogenik lainnya.
c. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing
dari luar yang tidak larut.
d. Sterilitas
e. Bebas dari bahan partikulat
f. Bebas dari Pirogen
g. Kestabilan
h. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan
darah.
2.7 Wadah Injeksi
Wadah
untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara
baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan,
mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu
penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat
dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang
dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi.
(FI Ed. IV, hal 10).
Wadah
dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik
secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat,
mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal 34)
Bagaimanapun
bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas
sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82)
Ada
dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah
dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran
ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya
berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya
mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet
spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran
dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup
karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml,
digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1. Gelas
Gelas
digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan
Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun
hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara
kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun
paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk
pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat
dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan
alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime.
Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral
larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0
sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas
berbeda.
Formulator
harus mengetahuidan kadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan
level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan
magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu,
formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan
gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch
dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.
Gelas
untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
Tipe
|
Definisi Umum
|
Test USP
|
Batas
|
|
Ukuran (ml)
|
ml 0,02 N asam
|
|||
I
|
Paling resisten, gelas borosilikat
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
1,0
|
II
|
Gelas dibuat dari
soda lime
|
Attack water
|
100 atau kurang
lebih 100
|
0,7
0,2
|
III
|
Gelas soda lime
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
8,5
|
IV
|
Gelas soda
lime-tujuan umum
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
15,0
|
Wadah
gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar
dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas.
Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
Keuntungan
wadah gelas :
1. mempunyai
daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan
tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
2. Bersifat
tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau
hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
3. Wadah
gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4. Bersifat
transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
5. Mempunyai
sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan,
dapat dipanaskan pada suhu 121O C pada sterilisasi uap dan 2600 C
pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk.
Kerugian wadah
gelas:
1. mudah
pecah dan bobotnya relatif berat.
Wadah yang biasa
digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif
yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya
coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.
Gelas tipe I
untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat
suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil
dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
2. Karet
Formulasi karet
digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge
dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya
mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan
seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan
percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak
dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah
degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator
harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi
karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk
mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak
polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah
alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil
karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai
penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril
sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan
penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan
penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif
atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan
insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap
kualitas dan keamanan potensial produk.
Silikonisasi
penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui
peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon
tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar
biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein.
Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan
penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3. Plastik
Pengemasan
plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh
botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan
tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume
kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan
harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi
karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah
fisika dan kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan
cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum
digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah.
Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih
luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon),
polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
Tabel
9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam
Sediaan
Parenteral Volume Kecil
Tipe
|
Bahan Tambahan
|
Penyerapan Uap Air
|
Reaksi Potensial Dengan Produk
|
Butil
|
Sederhana
|
Rendah
|
Sederhana
|
Natural
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Tinggi
|
Neupren
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Tinggi
|
Polisopren
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Sederhana
|
Silikon
|
Sederhana
|
Sangat tinggi
|
Rendah
|
4. Container
/ wadah
Tipe
wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah
gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan
paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang
digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka.
Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas
dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan
ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya
produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan.
Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk
mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk
kemasan salep mata steril.
2.8 Cara
Penyegelan Ampul
Ampul
dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga
membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada
bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel
tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah
ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat
diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.
2.9 Cara Pengisian Ampul.
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah
penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di
bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang
dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan
tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk
mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel.
2.10 Evaluasi
Dilakukan
setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas
2.10.1 Evaluasi
Fisika
Penetapan
pH . (FI ed. IV, hal 1039-1040)
Bahan
Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, hal. 981-984).
Penetapan
Volume Injeksi Dlam Wadah <1131> (FI ed. IV Hal 1044).
Uji
Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal. 19)
Uji
Kejernihan Larutan (FI ED. IV, hal 998)
Pada
pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk
produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan.
Wadah-wadah
takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam
larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru
metilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang
sudah berwarna.
Wadah-wadah
takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan
keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya
harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang
divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
Uji
Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, hal 201)
Umumnya
setiap larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini
sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti karena
hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya cukup
jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping dengan
latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai
untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih
untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2.10.2 Evaluasi
Biologi
Uji
Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
Uji
Sterilitas <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
Uji
Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
Uji
Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
Uji
Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)
2.10.3 Evaluasi
Kimia
Uji
Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
Penetapan
Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing
2.11 Penandaaan
Pada
etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah
zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan
tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor
lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat
memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses
pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila
dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral
volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum
misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila
formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup
informasi berikut :
Untuk
sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu,
kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan
isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut
Sediaan
kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap
komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk
mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh
, uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal
kadualarsa.
Pemberian
etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
2.12 Pengemasan
dan Penyimpanan
Volume
injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian
parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan
pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11)
Untuk
penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar
pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
Kondisi
penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan
terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan
di temapat dingin (FI Ed. III, Hal 34)
2.13 Pengertian Fenytoin Na
Phenytoin sodium adalah
obat antiepilepsi . Hal ini berguna untuk mengobati kejang parsial dan kejang
umum tonik-klonik kejang tapi tidak primer umum seperti kejang atau kejang
mioklonik adanya . Phenytoin diyakini melindungi terhadap kejang dengan
menyebabkan blok tergantung tegangan saluran natrium tegangan-gated .
Phenytoin memiliki afinitas rendah untuk
beristirahat saluran natrium pada potensial membran hyperpolarized . Ketika
neuron yang depolarized dan saluran transisi ke tempat terbuka dan negara tidak
aktif , lebih mengikat dan blok terjadi . Penghambatan potensi yang sangat
tergantung , sehingga blok yang terakumulasi dengan aktivasi berkepanjangan
atau berulang , seperti terjadi selama debit kejang . Pemblokiran saluran
natrium oleh fenitoin adalah onset lambat. Perjalanan waktu arus natrium cepat
karena itu tidak berubah dengan adanya obat dan tindakan potensi ditimbulkan
oleh depolarisasi sinaptik durasi biasa tidak diblokir . Jadi fenitoin mampu
selektif menghambat hyperexcitability patologis pada epilepsi tanpa terlalu
mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung . Phenytoin juga blok gigih natrium
saat ini dan ini mungkin penting dalam kontrol kejang
III.
TINJAUAN PUSTAKA
Fenitoin
merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks
motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini
disebabkan peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung
menstabilkan ambang rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan
perangsangan berlebihan atau kemampuan perubahan lingkungan di mana terjadi
penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini termasuk penurunan
potensiasi paska tetanik pada sinaps.
Fenitoin menurunkan
aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari
kejang tonik-klonik (grand mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral
rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).
Fenitoin
diindikasikan untuk mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) dan
serangan psikomotor “temporal lobe”. Semua jenis Epilepsi kecuali Petit
Mal;Status Epileptikus
Kontraindikasi pada pasien dengan sejarah hipersensitif terhadap
fenitoin atau produk hidantoin lain.
Dosis :
Kemungkinan diperlukan penyesuaian
dosis dan monitoring level serum bila terjadi perubahan dari pemakaian bentuk
“free acid” menjadi bentuk garam natriumnya dan sebaliknya karena fenitoin
bentuk “free acid” mengandung kadar fenitoin 8% lebih tinggi dibanding bentuk
sediaan garam natriumnya. Dosis harus disesuaikan dengan keadaan penderita dan
konsentrasi plasma harus dimonitor.
Dewasa:
Dosis awal: 300 mg
sehari dibagi dalam 2-3 dosis.
Dosis pemeliharaan:
300-400 mg atau 3-5 mg/kg BB sehari (maksimal 600 mg sehari).
Anak-anak:
Dosis awal 5 mg/kg BB
sehari dibagi dalam 2-3 dosis dan tidak lebih dari 300 mg sehari.
Dosis pemeliharaan awal
yang dianjurkan: 4-7 mg/kg BB sehari.
Anak usia lebih dari 6
tahun dapat diberikan dosis minimal dewasa (300 mg sehari).
Efek samping:
Susunan Saraf pusat:
manifestasi paling sering yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP
biasanya tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia, banyak
bicara, koordinasi menurun dan konfusi mental, pusing, susah tidur, gelisah,
kejang motorik dan sakit kepala.
Saluran cerna: mual,
muntah dan konstipasi.
Kulit: kelainan
dermatologik berupa ruam kulit skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang
disrtai dengan demam. Bentuk lebih serius dapat berupa dermatitis eksfoliativ,
lupus eritematosus, sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik.
Sistem hemopoetik: efek
samping yang dapat bersifat fatal ini kadang-kadang dilaporkan terjadi. Hal ini
dapat berupa trombositopenia leukopenia, granulositopenia, agranulositosis,
pansitopenia dengan atau tanpa supresi sumsum tulang.
Jaringan penunjang:
muka menjadi kasar, bibir melebar, hiperplasia gusi, hipertrikosis dan penyakit
peyroni.
Kardiovaskular:
periarterisis nodosa.
Imunologik: sindroma
sensitifitas, lupus eritromatosus sistemik dan kelainan immunoglobulin.
IV.
FORMULASI
1.
Bahan
aktif : Phenytoin Na.
Pemerian
|
Serbuk
putih , tidak berbau, agak higroskopis, menyerap karbondioksida dari udara
secara perlahan, disertai pembebasan fenitoina.
|
Kelarutan
|
Mudah
larut dalam air, larut dalam etanol 95 %
|
Stabilita
·
Panas
·
Hidrolisis
·
Cahaya
|
|
pH
|
Akan
jernih pada pH basa sekitar 10 -12
|
Penyimpanan
|
Wadah
tertutup rapat
|
Kesimpulan
: FI III thn 1979 hal 493 – 494
|
|
Bentuk zat aktif yang
digunakan (basa/asam/garam/ester) : garam
|
|
Bentuk sediaan
(lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan
|
|
Cara sterilisasi
sediaan : teknik aseptic
|
|
Kemasan : vial
|
2.
Etanol
RM : C2H6O; BM : 46,07 [HOPE 6th, p : 18 – 19]
Pemerian
|
Kurang berwarna, jernih, mudah
menguap
|
Kelarutan
|
Kurang berwarna, jernih, mudah
menguap
|
Stabilitas
|
Larutan etanol dapat
disterilkan dengan a utoclav atau
filtrasi
|
Kegunaan
|
Zat tambahan / pelarut
|
Inkompatibilitas
|
Bereaksi dengan oksidator pada
kondisi asam inkompatibel dengan wadah alumunium dan bereaksi dengan beberapa
obat.
|
3.
Sodium Phosphat Monobasic (NaH2PO4) [HOPE 6th, p : 659 -660]
Pemerian
|
Bentuk-bentuk terhidrasi dari
monobasa natrium fosfat terjadi sebagai tidak berbau, tidak berwarna atau
putih, kristal sedikit deliquescent. Itu Bentuk anhidrat
terjadi sebagai bubuk kristal putih atau butiran.
|
Kelarutan
|
Larut 1 dalam 1 air , sangat
sedikit larut dalam etanol
( 95 % ) .
|
Stabilitas
|
Monobasic natrium fosfat secara
kimiawi stabil , meskipun
sedikit deliquescent . Pada
pemanasan pada 1008C , dihidrat kehilangan semua airnya
kristalisasi . Pada pemanasan lebih lanjut , meleleh dengan dekomposisi pada 2058C , membentuk natrium hidrogen pirofosfat ,Na2H2P2O
. Pada 2508C ia meninggalkan
residu akhir natrium metaphosphate , Napo7. Larutan
air stabil dan dapat disterilkan dengan autoclav -3ing .Monobasic natrium
fosfat harus disimpan dalam kedap udara wadah di tempat yang sejuk dan
kering.
|
Kegunaan
|
Buffering agent, emulsi agent,
|
Inkompatibilitas
|
Monobasic natrium fosfat merupakan
garam asam dan karena itu umumnya kompatibel dengan bahan
alkali dan karbonat ;
larutan berair natrium fosfat
monobasa bersifat asam dan
akan menyebabkan karbonat untuk
membuih . Monobasic natrium fosfat tidak boleh
diberikan bersamaan dengan garam aluminium , kalsium
, magnesium atau sejak mereka mengikat fosfat dan bisa
mengganggu penyerapan dari saluran pencernaan . Interaksi
antara kalsium dan fosfat , yang mengarah pada pembentukan
endapan kalsium fosfat tidak larut ,mungkin dalam admixtures parenteral .
|
4.
Phospat Acid ( H3PO4 ) [HOPE 6th, p : 503 – 504 ]
Pemerian
|
konsentrasi terjadi
sebagai berwarna, tidak berbau,
Cairan
manis
|
Stabilitas
|
Ketika
disimpan pada suhu rendah, asam fosfat dapat memperkuat, membentuk massa
kristal berwarna, terdiri hemihydrate tersebut, yang meleleh pada 288C. Asam
fosfat harus disimpan dalam kedap udara wadah di tempat yang sejuk dan
kering. Wadah stainless steel dapat digunakan.
|
Kegunaan
|
Acidifying agent, Buffering Agent
|
Inkompatibilitas
|
Asam fosfat adalah asam
kuat dan bereaksi dengan zat alkali.
Campuran
dengan nitromethane yang eksplosif.
|
5.
WFI
Pemerian
|
Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
|
Kelarutan
|
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
|
Data fisik
|
Titik beku : 0 C
Titik didih : 100 C
Densitas: 1,00 g/cm3
|
Stabilitas
|
Stabil disemua keadaan fisik
(padat, cair, gas)
|
Inkompatibilitas
|
air dapat bereaksi dengan
obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi
jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi
secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah
dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa
bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.
|
Kegunaan
|
Pelarut
|
V.
PENDEKATAN FORMULA
No.
|
Nama
Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1
|
Fenytoin Na
|
5 %
|
Zat Aktif
|
2
|
Etanol
|
10%
|
Pelarut
|
3
|
Asam Phospat
|
O,5%
|
Buffering
agent
|
4
|
Natrium
Phospat
|
0,08%
|
Buffering
agent
|
5
|
Aqua Pro Inj
|
Ad 100 %
|
Pelarut
|
VI.
PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS,
DAPAR
a. Perhitungan
dapar
Jenis dapar/kombinasi
|
Phospat
|
Target pH
|
11,5
|
Kapasitas dapar
|
|
Perhitungan :
Garam
= posphat
Asam = posphat
pKa = 12, 32
β = 0,01
L = 0,02
pH = pKa + Log [
![]()
11,5 = 12,32 + Log [
![]()
- Log [
![]()
- Log – 0,8 = 10 0,8 x anti Log
Anti Log [
![]()
[
![]()
[
![]()
Β = 2,303 . c total
![]()
0,01 = 2,303 . c total
![]()
0,01 = 2,303 . c total
![]()
0,01 = 2,303 . c total 0,1179
C total =
![]()
C total = [ asam ] + [ garam ]
0,036 = 0,1584 [asam] + [garam]
= 1,1584 asam
Asam =
![]()
Garam = 0,036 – 0,0310 = 0,005
M
Asam = 0,0310 M
M =
![]()
M = 0,0310 x 0,02 x 120
M = 0,0744 gr
Garam = 0,005 M
M =
![]()
M = 0,005 x 0,02 x 178
M = 0,0178 gr
|
VII.
PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat 5 vial (@ 2 ml) = 10 ml
Penimbangan dibuat sebanyak 20 ml berdasarkan
pertimbangan volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.
No.
|
Nama
Bahan
|
Jumlah
yang Ditimbang
|
1
|
Phenytoin Na
|
1 gram
|
2
|
Na.Phospat
|
0,016 gram
|
3
|
Phospat Acid
|
0,1 gram
|
4
|
Etanol 95%
|
2 ml
|
5
|
Aqua Pro Inj
|
Ad 20 ml
|
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat
|
Cara
Sterilisasi
|
Waktu
Sterilisasi
|
Jumlah
|
Gelas Ukur 50 ml
|
Autoclave
121 o c
|
20 menit
|
1
|
Gelas Ukur 10 ml
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
1
|
Batang pengaduk
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
3
|
Gelas kimia 50 ml
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
1
|
Spatel logam
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
3
|
Pipet tetes
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
1
|
Kaca arloji
|
Autoclave
121 o c
|
20
menit
|
4
|
Syringe
|
Alcohol
|
24 jam
|
1
|
Membrane filtrasi 0,45
|
Steril
|
|
1
|
Membrane filtrasi 0,22
|
Steril
|
|
1
|
b. Wadah
No.
|
Nama alat
|
Jumlah
|
Cara sterilisasi (lengkap)
|
1
|
Vial 20
ml
|
5
|
Oven 160 o
c 120 menit
|
2
3
|
Penutup
vial Karet
Penutup
Alumunium
|
5
5
|
Alcohol
70 % 24 jam
Oven 160
o c 120 menit
|
c. Bahan
No.
|
Nama bahan
|
Jumlah
|
Cara sterilisasi (lengkap)
|
1
|
Phenytoin
Na
|
1 gr
|
Teknik
aseptic , membrane filtrasi
|
|
|
|
|
IX.
PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG
|
PROSEDUR
|
Grey area
[ grade C ]
|
Sterilisasi
alat ;
Alat alat yang
akan digunakan dibungkus dengan kertas perkamen, alat disterilkan menggunakan
autockalafe, oven atau zat kimia sesuai dengan kompatibilitas alat alat
tersebut, untuk alat yang berupa plastic atau karet direndam dalam alcohol
70% selama 24 jam.
Setelah disterilkan
masukkan ke white area melalui pass box.
|
Grey area
[ grade C ]
Ruang penimbangan & evaluasi
|
Seluruh bahan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan inj ditimbang
sesuai dengan perhitungan dan diletakkan diatas kaca arloji, kaca arloji
diberi lebel yang menjelaskan nama bahan dan dibungkus dengan al.foil sampai
tertutup secara keseluruhan, bahan bahan dimasukkan dalam pass box yang
berada di grey area yang kemudian akan diambil diwhite area.
|
White area
[ mixing room dengan LAF]
Ruang A baground B
|
1. Bahan bahan
diambil dalam pass box di white area
2. Meja kerja dan
sarung tangan dibersihkan terlebih dahulu dengan alcohol 70 %
3. Kalibrasi
gelas kimia ad 20 ml
4. Larutkan
phenytoin Na dengan aqua pro inj, masukkan dalam gelas kimia,bilas kaca
arloji dengan aqua pro inj sebanyak 3x (camp 1)
5. Larutkan asam
phospat dengan aqua pro inj, masukkan dlam gelas kimia, bilas kaca arloji
dengan aqua pro inj sebanayak 3x
6. Larutkan garan
phospat dengan aqua pro inj, masukkan dalam gelas kimia, bilas kaca arloji
denagan aqua pro inj sebanyak 3x
7. Masukkan asam
phospat dalam gelas dalam Camp 1 aduk, bilas gelas kimia denagan aqua pro inj
sebanyak 3x
8. Masukkan garam
phospat dalm camp 1 aduk, bilas gelas kimia dengan aqua pro inj sebanyak 3x
9. Masukkan
etanol aduk
10. Masukkan aqua
pro inj ad 20 ml aduk ad homogeny
11. Saring larutan
dengan membrane filtasi 0,45 μm sebanyak dua kali
12. Saring kembali
dengan membrane filtrasi 0,22 μm sebanyak satu kali
13. Masukkan dalam
vial masing masing 2,5 ml menggunakan spuitt sebanyak lima vial
14. Tutup vial
dengan karet
15. Masukkan dalam
pass box = grey area
|
Grade C
[ grey area ]
|
1.
Vial tutup dengan alumunium
2.
Pasang label kemasan
3.
Lakukan evaluasi
|
X.
DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
Tidak dilakukan evaluasi
sediaan
No
|
Jenis evaluasi
|
Prinsip evaluasi
|
Jumlah sampel
|
Hasil pengamatan
|
Syarat
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
XI.
PEMBAHASAN
Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir.
Pada saat penyiapan alat alat yang akan disterilkan
kami menemukan kendali yaitu kurangnya alat alat yang kami butuhkan dan tidak
adanya kertas perkamen atau alumunium foil untuk membungkus alat yang
disterilkan sehingga penggunaa pembungkus memakai Koran.
Dalam pembuatan phenytoin Na Inj ditemui kesulitan pada saat melarutkan
zat aktif, diduga zat aktif yang digunakan bukan golongan natrium sehingga
tidak larut walaupun dalam pelarut yang cukup banyak, diyakini penyediaan bahan
bahan obat tidak sesuai label yang telah tertera.sediaanpun tidak dilakukan
penyaringan dikarnakan membrane filtrasi yang belum bisa digunakan.
Tidak dilakukan pengukuran n pengecekan pH setealah sediaan
selesai dibuat.
Terjadi keselahan penimbangan formulasi dapar dengan
perhitungan sesuai pH yang dibutuhkan.
Pada saat praktikum tidak melakukan perhitungan dapar
terlebih ahulu sehingga Antara penimbangan dapar yang sudah dibuat sediaan
berbeda dengan penimbangan dapar yang dibutuhkan.
XII.
KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan
steril injeksi
phenytoin Na adalah sebagai
berikut.
No.
|
Nama
Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1
|
Phenytoin na
|
1 gr
|
Zat aktif
|
2
|
Asam phospat
|
0,0744 gr
|
Buffering
agent
|
3
|
Garam posphat
|
0,0178 gr
|
Buffering
agent
|
4
|
Etanol 95 %
|
2 ml
|
Pelarut
|
5
|
WFI
|
Ad 20 ml
|
Pelarut
|
Jenis
sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi phenytoin Na adalah teknik aseptik
XIII. DAFTAR
PUSTAKA
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi
edisi IV .ISBN
Agoes Goeswin. Sediaan Farmasi Steril (SFI-4). ITB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,dan III Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 5th ed., London : Pharmaceutical Press.
#NB : Dibaca dan periksa lagi ya..ada satu kalimat yang salah maka akan terjadi kesalahan yang fatal..
Merkur & Ferencia: Merkur & Ferencia Merkur
BalasHapusMerkur deccasino & Ferencia merkur - Merkur & Ferencia Merkur in 1xbet 먹튀 Solingen, Germany - Merkur - Merkur Merkur - MERKUR ventureberg.com/ - https://febcasino.com/review/merit-casino/ Merkur & Ferencia Merkur