Rabu, 27 Agustus 2014

SELAMAT PAGI

HHmmmmm..Pagi - pagi ditemani setumpuk resep dokter yang harus direkap, dan sebungkus chiki juga segelas air mineral untuk cemilan, kocoknya ketika qeela denger radio pada salah satu channel dibandung, penyiar bilang " foto didompetku bukan dirimu lagi " hahahahaah (ketawa ngenes) lebih baik kayaknya, nah qeela sendiri kerasa kesindir aja makannya ketawanya ngenes. keadaan qeela sendri yang parahnya susah jatuh cinta dan sulit melupakan adalah suatu sifat yang paling qeela benci.(curcol) wallpaper notebook, hp, wa, bbm, dll masih dirinya padahal dah hampir setengah taun dirinya lupa akan diriku,,wkwkwkwk..
baru kepikir sekaligus nyadar kalau qeela hanya membuang buang waktu, bener kata orang tua bila sudah pada waktunya dan siap segalanya akan datang seorang pria yang menyayangimu dengan tulus. hanya perbaikilah dirimu sebaik mungkin agar penantianmu tidak sia - sia dan percayalah bila kau memperbaiki dirimu maka jodohmupun sedang memperbaiki diri agar pantas jadi pendampingmu...
hidup itu terlalu sayang untuk merasakan kepedihan - kepidihan yang terjadi, hidup itu hanya sekali maka gunakanlah hidup sebaik mungkin, sayangilah serta perhatikanlah orang orang disekeliling kita dengan tulus maka kita akan mendaptkan kenikmatan yang luar biasa.

Senin, 25 Agustus 2014

INJEKSI Phenytoin Na

INJEKSI Phenytoin Na
I.                   TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mahasiswa memahami pengertian sediaan steril,
2.      Mahasiswa mengenal macam sediaan steril,
3.      Mahasiswa mengenal proses sterilisasi.



II.                PENDAHULUAN
1.1.Definisi Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
Injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman hal.1254)
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
a.       Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
b.      Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril.
c.       Sediaan seperti tertera pada no 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
d.      Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
e.       Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi.
2.2  Rute-rute Injeksi
1. Parenteral Volume Kecil
a.       Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.      Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c.       Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.      Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e.       Rute intra-arterial
disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f.       Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g.      Intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h.      Intraspinal
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i.        Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j.        Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.      Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l.        Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m.    Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.

2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a.       Intravena
Keuntungan rute ini adalah :
•         jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC
•         cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat
•         efek sistemik dapat segera dicapai
•         level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan
•         kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi :
•         gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar;
•         perkembangan potensial trombophlebitis;
•         kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik
•         pembatasan cairan berair.
b.      Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
2.3  Keuntungan injeksi
a.       Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
b.      Terapi parenteral diperlukan untuk obat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
c.       Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
d.      Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
e.        Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
f.        Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
g.      Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
h.      Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
i.         Aksi obat biasanya lebih cepat.
j.        Seluruh dosis obat digunakan.
k.      Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
l.        Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
m.    Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
2.4 Kerugian Injeksi
a.       Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain
b.      Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari
c.       Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
d.      Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
e.       Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
f.        Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
g.      Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
h.      Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
2.5  Komposisi Injeksi
1. Bahan aktif
Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)
a.       Kelarutan
terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspensi.  Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya
b.      pH stabilita
pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer, basa lemah atau dapar.
c.       Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
•         Oksigen (Oksidasi) Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan.
•         Air (Hidrolisis) Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
- Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam/basa atau buffer
- Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya.
- Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
•         Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
•         Cahaya Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat.
d.      Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif ,Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
e.       Dosis
Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
f.       Rute pemberian
•         Rute pemberian yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal: Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute pemberian).
•         Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian
•         Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.
2. Bahan tambahan
a.       Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b.      Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c.       Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d.      Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e.       Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f.       Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
g.      Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h.      Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i.        Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j.        Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3. Bahan Pembawa
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Syarat air untuk injeksi menurut USP :
•         Harus dibuat segar dan bebas pirogen
•         Tidak mengndung lebih dari 10 ppm dari total zat padat.
•         pH antara 5-7
•         Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida, dan kandungan logam berat serta material organik (tanin, lignin), partikel berada pada batas yang diperbolehkan.

a)      Air Pro Injeksi 
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan. Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-70oC selama 15 menit. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
•         Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
•         Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 20-30 menit dan pada saatpendinginannya dialiri gas nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
b)      Pembawa Non Air
Pembawa non air digunakan jika:
•         Zat aktif tidak larut dalam air
•         Zat aktif terurai dalam air
•         Diinginkan kerja depo dalam sediaan Syarat umum pembawa non air .
•         Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan sensitisasi
•         Dapat tersatukan dengan zat aktif
•         Inert secara farmakologi
•         Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
•         Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan muda
•         Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
•         Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
•         Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
2.6  Syarat-syarat Injeksi
a.       Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
b.      Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
c.       Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
d.      Sterilitas
e.       Bebas dari bahan partikulat
f.       Bebas dari Pirogen
g.      Kestabilan
h.      Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.


2.7  Wadah Injeksi

Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal 34)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82)
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1. Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Formulator harus mengetahuidan kadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.
Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
Tipe
Definisi Umum
Test USP
Batas
Ukuran (ml)
ml 0,02 N asam
I
Paling resisten, gelas borosilikat
Gelas serbuk
Semua
1,0
II
Gelas dibuat dari soda lime
Attack water
100 atau kurang
lebih 100
0,7
0,2
III
Gelas soda lime
Gelas serbuk
Semua
8,5
IV
Gelas soda lime-tujuan umum
Gelas serbuk
Semua
15,0
Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
Keuntungan wadah gelas  :
1.      mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
2.      Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
3.      Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4.      Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
5.      Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121O C pada sterilisasi uap dan 2600 C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk.

Kerugian wadah gelas:
1.      mudah pecah dan bobotnya relatif berat.
Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
2.      Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3.      Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).

Tabel 9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam
Sediaan Parenteral Volume Kecil
Tipe
Bahan Tambahan
Penyerapan Uap Air
Reaksi Potensial Dengan Produk
Butil
Sederhana
Rendah
Sederhana
Natural
Tinggi
Sederhana
Tinggi
Neupren
Tinggi
Sederhana
Tinggi
Polisopren
Tinggi
Sederhana
Sederhana
Silikon
Sederhana
Sangat tinggi
Rendah
4.      Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.

2.8  Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.

2.9 Cara Pengisian Ampul.
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel.

2.10 Evaluasi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas

2.10.1 Evaluasi Fisika
         Penetapan pH .   (FI ed. IV, hal 1039-1040)
         Bahan Partikulat dalam Injeksi  <751>  ( FI> ed IV, hal. 981-984).
         Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah <1131>  (FI ed. IV Hal 1044).
         Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal.   19)
         Uji Kejernihan Larutan  (FI ED. IV, hal 998)
         Uji Kebocoran   (Goeswin Agus, Larutan Parenteral)
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan.
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
         Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, hal 201)
Umumnya setiap larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping dengan latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.

2.10.2     Evaluasi Biologi
         Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
         Uji Sterilitas  <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
         Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
         Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
         Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)

2.10.3     Evaluasi Kimia
         Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
         Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing

2.11           Penandaaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor  serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral  volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup informasi berikut :
Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut
Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian  rupa sehingga  sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
2.12           Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11)
Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (FI Ed. III, Hal 34)
2.13           Pengertian Fenytoin Na
            Phenytoin sodium adalah obat antiepilepsi . Hal ini berguna untuk mengobati kejang parsial dan kejang umum tonik-klonik kejang tapi tidak primer umum seperti kejang atau kejang mioklonik adanya . Phenytoin diyakini melindungi terhadap kejang dengan menyebabkan blok tergantung tegangan saluran natrium tegangan-gated .
            Phenytoin memiliki afinitas rendah untuk beristirahat saluran natrium pada potensial membran hyperpolarized . Ketika neuron yang depolarized dan saluran transisi ke tempat terbuka dan negara tidak aktif , lebih mengikat dan blok terjadi . Penghambatan potensi yang sangat tergantung , sehingga blok yang terakumulasi dengan aktivasi berkepanjangan atau berulang , seperti terjadi selama debit kejang . Pemblokiran saluran natrium oleh fenitoin adalah onset lambat. Perjalanan waktu arus natrium cepat karena itu tidak berubah dengan adanya obat dan tindakan potensi ditimbulkan oleh depolarisasi sinaptik durasi biasa tidak diblokir . Jadi fenitoin mampu selektif menghambat hyperexcitability patologis pada epilepsi tanpa terlalu mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung . Phenytoin juga blok gigih natrium saat ini dan ini mungkin penting dalam kontrol kejang
III.             TINJAUAN PUSTAKA
Fenitoin merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan perangsangan berlebihan atau kemampuan perubahan lingkungan di mana terjadi penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini termasuk penurunan potensiasi paska tetanik pada sinaps.
Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari kejang tonik-klonik (grand mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).
Fenitoin diindikasikan untuk mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) dan serangan psikomotor “temporal lobe”. Semua jenis Epilepsi kecuali Petit Mal;Status Epileptikus
Kontraindikasi pada pasien dengan sejarah hipersensitif terhadap fenitoin atau produk hidantoin lain.
Dosis :
Kemungkinan diperlukan penyesuaian dosis dan monitoring level serum bila terjadi perubahan dari pemakaian bentuk “free acid” menjadi bentuk garam natriumnya dan sebaliknya karena fenitoin bentuk “free acid” mengandung kadar fenitoin 8% lebih tinggi dibanding bentuk sediaan garam natriumnya. Dosis harus disesuaikan dengan keadaan penderita dan konsentrasi plasma harus dimonitor.
Dewasa:
Dosis awal: 300 mg sehari dibagi dalam 2-3 dosis.
Dosis pemeliharaan: 300-400 mg atau 3-5 mg/kg BB sehari (maksimal 600 mg sehari).
Anak-anak:
Dosis awal 5 mg/kg BB sehari dibagi dalam 2-3 dosis dan tidak lebih dari 300 mg sehari.
Dosis pemeliharaan awal yang dianjurkan: 4-7 mg/kg BB sehari.
Anak usia lebih dari 6 tahun dapat diberikan dosis minimal dewasa (300 mg sehari).
Efek samping:
Susunan Saraf pusat: manifestasi paling sering yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP biasanya tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia, banyak bicara, koordinasi menurun dan konfusi mental, pusing, susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit kepala.
Saluran cerna: mual, muntah dan konstipasi.
Kulit: kelainan dermatologik berupa ruam kulit skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang disrtai dengan demam. Bentuk lebih serius dapat berupa dermatitis eksfoliativ, lupus eritematosus, sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik.
Sistem hemopoetik: efek samping yang dapat bersifat fatal ini kadang-kadang dilaporkan terjadi. Hal ini dapat berupa trombositopenia leukopenia, granulositopenia, agranulositosis, pansitopenia dengan atau tanpa supresi sumsum tulang.
Jaringan penunjang: muka menjadi kasar, bibir melebar, hiperplasia gusi, hipertrikosis dan penyakit peyroni.
Kardiovaskular: periarterisis nodosa.
Imunologik: sindroma sensitifitas, lupus eritromatosus sistemik dan kelainan immunoglobulin.

IV.             FORMULASI
1.      Bahan aktif  : Phenytoin Na.
Pemerian
Serbuk putih , tidak berbau, agak higroskopis, menyerap karbondioksida dari udara secara perlahan, disertai pembebasan fenitoina.
Kelarutan
Mudah larut dalam air, larut dalam etanol 95 %
Stabilita
·     Panas
·     Hidrolisis
·     Cahaya

pH
Akan jernih pada pH basa sekitar 10 -12
Penyimpanan
Wadah tertutup rapat
Kesimpulan : FI III thn 1979 hal 493 – 494
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan
Cara sterilisasi sediaan : teknik aseptic
Kemasan : vial




2.       Etanol  RM : C2H6O; BM : 46,07 [HOPE 6th, p : 18 – 19]
Pemerian
Kurang berwarna, jernih, mudah menguap
Kelarutan
Kurang berwarna, jernih, mudah menguap
Stabilitas
Larutan etanol dapat disterilkan dengan  a utoclav atau filtrasi
Kegunaan
Zat tambahan / pelarut
Inkompatibilitas
Bereaksi dengan oksidator pada kondisi asam inkompatibel dengan wadah alumunium dan bereaksi dengan beberapa obat.


3.      Sodium Phosphat Monobasic (NaH2PO4) [HOPE 6th, p : 659 -660]
Pemerian
Bentuk-bentuk terhidrasi dari monobasa natrium fosfat terjadi sebagai tidak berbau, tidak berwarna atau putih, kristal sedikit deliquescent. Itu Bentuk anhidrat terjadi sebagai bubuk kristal putih atau butiran.
Kelarutan
Larut 1 dalam 1 air , sangat sedikit larut dalam etanol
( 95 % ) .
Stabilitas
Monobasic natrium fosfat secara kimiawi stabil , meskipun
sedikit deliquescent . Pada pemanasan pada 1008C , dihidrat kehilangan semua airnya kristalisasi . Pada pemanasan lebih lanjut , meleleh dengan dekomposisi pada 2058C , membentuk natrium hidrogen pirofosfat ,Na2H2P2O
. Pada 2508C ia meninggalkan residu akhir natrium metaphosphate , Napo7. Larutan air stabil dan dapat disterilkan dengan autoclav -3ing .Monobasic natrium fosfat harus disimpan dalam kedap udara wadah di tempat yang sejuk dan kering.
Kegunaan
Buffering agent, emulsi agent,

Inkompatibilitas
Monobasic natrium fosfat merupakan garam asam dan karena itu umumnya kompatibel dengan bahan alkali dan karbonat ;
larutan berair natrium fosfat monobasa bersifat asam dan
akan menyebabkan karbonat untuk membuih . Monobasic natrium fosfat tidak boleh diberikan bersamaan dengan garam aluminium , kalsium , magnesium atau sejak mereka mengikat fosfat dan bisa mengganggu penyerapan dari saluran pencernaan . Interaksi antara kalsium dan fosfat , yang mengarah pada pembentukan endapan kalsium fosfat tidak larut ,mungkin dalam admixtures parenteral .

4.      Phospat Acid ( H3PO4 ) [HOPE 6th, p : 503 – 504 ]
Pemerian
konsentrasi terjadi sebagai berwarna, tidak berbau,
Cairan manis
Stabilitas
Ketika disimpan pada suhu rendah, asam fosfat dapat memperkuat, membentuk massa kristal berwarna, terdiri hemihydrate tersebut, yang meleleh pada 288C. Asam fosfat harus disimpan dalam kedap udara wadah di tempat yang sejuk dan kering. Wadah stainless steel dapat digunakan.
Kegunaan
Acidifying agent, Buffering Agent
Inkompatibilitas
Asam fosfat adalah asam kuat dan bereaksi dengan zat alkali.
Campuran dengan nitromethane yang eksplosif.

5.      WFI
Pemerian
Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
Kelarutan
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
Data fisik
Titik beku : 0 C
Titik didih : 100 C
Densitas: 1,00 g/cm3
Stabilitas
Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)
Inkompatibilitas
air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.
Kegunaan
Pelarut




V.                PENDEKATAN FORMULA
No.
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1
Fenytoin Na
5 %
Zat Aktif
2
Etanol
10%
Pelarut
3
Asam Phospat
O,5%
Buffering agent
4
Natrium Phospat
0,08%
Buffering agent
5
Aqua Pro Inj
Ad 100 %
Pelarut

VI.             PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS, DAPAR
a.      Perhitungan dapar
Jenis dapar/kombinasi
Phospat
Target pH
11,5
Kapasitas dapar

Perhitungan :
Garam = posphat
Asam  = posphat
pKa    = 12, 32
β = 0,01
L = 0,02
pH = pKa + Log [  ]
11,5 = 12,32 + Log [  ]
- Log [  ] = 11,5 – 12,32  = - 0,8
- Log – 0,8 = 10 0,8  x anti Log
Anti Log [  ] = anti Log – 0,8
               [  ] =0, 1584
               [  ] = garam = 0,1584 [ asam ]
Î’ = 2,303 . c total  
0,01 = 2,303 . c total

0,01 = 2,303 . c total

0,01 = 2,303 . c total 0,1179
C total == 0,036 M

C total = [ asam ] + [ garam ]
0,036 = 0,1584  [asam] + [garam]
            = 1,1584 asam
Asam =  =  0,0310 M
Garam = 0,036 – 0,0310 =  0,005 M
Asam = 0,0310 M
M =
M = 0,0310 x 0,02 x 120
M = 0,0744 gr
Garam = 0,005 M
M =
M = 0,005 x 0,02 x 178
M = 0,0178 gr
VII.          PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat 5  vial (@  2 ml) =  10  ml

Penimbangan dibuat sebanyak 20 ml berdasarkan pertimbangan volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.
No.
Nama Bahan
Jumlah yang Ditimbang
1
Phenytoin Na
 1 gram
2
Na.Phospat
0,016 gram
3
Phospat Acid
0,1 gram
4
Etanol 95%
2 ml
5
Aqua Pro Inj
Ad 20 ml


VIII.       STERILISASI
a.      Alat

Nama Alat

Cara Sterilisasi
Waktu Sterilisasi
Jumlah
Gelas Ukur 50 ml
Autoclave 121 o c
20 menit
1
Gelas Ukur 10 ml
Autoclave 121 o c
20 menit
1
Batang pengaduk
Autoclave 121 o c
20 menit
3
Gelas kimia 50 ml
Autoclave 121 o c
20 menit
1
Spatel logam
Autoclave 121 o c
20 menit
3
Pipet tetes
Autoclave 121 o c
20 menit
1
Kaca arloji
Autoclave 121 o c
20 menit
4
Syringe
Alcohol
24 jam
1
Membrane filtrasi 0,45
Steril

1
Membrane filtrasi 0,22
Steril

1
b.      Wadah
No.
Nama alat
Jumlah
Cara sterilisasi (lengkap)
1
Vial 20 ml
5
Oven 160 o c 120 menit
2
3
Penutup vial Karet
Penutup Alumunium
5
5
Alcohol 70 % 24 jam
Oven 160 o c 120 menit

c.       Bahan
No.
Nama bahan
Jumlah
Cara sterilisasi (lengkap)
1
Phenytoin Na
1 gr
Teknik aseptic , membrane filtrasi








IX.             PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG
PROSEDUR
Grey area
[ grade C ]
Sterilisasi alat ;
Alat alat yang akan digunakan dibungkus dengan kertas perkamen, alat disterilkan menggunakan autockalafe, oven atau zat kimia sesuai dengan kompatibilitas alat alat tersebut, untuk alat yang berupa plastic atau karet direndam dalam alcohol 70% selama 24 jam.
Setelah disterilkan masukkan ke white area melalui pass box.
Grey area
[ grade C ]
Ruang penimbangan & evaluasi
Seluruh bahan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan inj ditimbang sesuai dengan perhitungan dan diletakkan diatas kaca arloji, kaca arloji diberi lebel yang menjelaskan nama bahan dan dibungkus dengan al.foil sampai tertutup secara keseluruhan, bahan bahan dimasukkan dalam pass box yang berada di grey area yang kemudian akan diambil diwhite area.
White area
[ mixing room dengan LAF]
Ruang A baground B
1.      Bahan bahan diambil dalam pass box di white area
2.      Meja kerja dan sarung tangan dibersihkan terlebih dahulu dengan alcohol 70 %
3.      Kalibrasi gelas kimia ad 20 ml
4.      Larutkan phenytoin Na dengan aqua pro inj, masukkan dalam gelas kimia,bilas kaca arloji dengan aqua pro inj sebanyak 3x (camp 1)
5.      Larutkan asam phospat dengan aqua pro inj, masukkan dlam gelas kimia, bilas kaca arloji dengan aqua pro inj sebanayak 3x
6.      Larutkan garan phospat dengan aqua pro inj, masukkan dalam gelas kimia, bilas kaca arloji denagan aqua pro inj sebanyak 3x
7.      Masukkan asam phospat dalam gelas dalam Camp 1 aduk, bilas gelas kimia denagan aqua pro inj sebanyak 3x
8.      Masukkan garam phospat dalm camp 1 aduk, bilas gelas kimia dengan aqua pro inj sebanyak 3x
9.      Masukkan etanol aduk
10.  Masukkan aqua pro inj ad 20 ml aduk ad homogeny
11.  Saring larutan dengan membrane filtasi 0,45 μm sebanyak dua kali
12.  Saring kembali dengan membrane filtrasi 0,22 μm sebanyak satu kali
13.  Masukkan dalam vial masing masing 2,5 ml menggunakan spuitt sebanyak lima vial
14.  Tutup vial dengan karet
15.  Masukkan dalam pass box = grey area
Grade C
[ grey area ]
1.      Vial tutup dengan alumunium
2.      Pasang label kemasan
3.      Lakukan evaluasi

X.                DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
Tidak dilakukan evaluasi sediaan
No
Jenis evaluasi
Prinsip evaluasi
Jumlah sampel
Hasil pengamatan
Syarat













































XI.             PEMBAHASAN
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Pada saat penyiapan alat alat yang akan disterilkan kami menemukan kendali yaitu kurangnya alat alat yang kami butuhkan dan tidak adanya kertas perkamen atau alumunium foil untuk membungkus alat yang disterilkan sehingga penggunaa pembungkus memakai Koran.
Dalam pembuatan phenytoin Na  Inj ditemui kesulitan pada saat melarutkan zat aktif, diduga zat aktif yang digunakan bukan golongan natrium sehingga tidak larut walaupun dalam pelarut yang cukup banyak, diyakini penyediaan bahan bahan obat tidak sesuai label yang telah tertera.sediaanpun tidak dilakukan penyaringan dikarnakan membrane filtrasi yang belum bisa digunakan.
Tidak dilakukan pengukuran n pengecekan pH setealah sediaan selesai dibuat.
Terjadi keselahan penimbangan formulasi dapar dengan perhitungan sesuai pH yang dibutuhkan.
Pada saat praktikum tidak melakukan perhitungan dapar terlebih ahulu sehingga Antara penimbangan dapar yang sudah dibuat sediaan berbeda dengan penimbangan dapar yang dibutuhkan.

XII.          KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi phenytoin Na adalah sebagai berikut.
No.
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1
Phenytoin na
1 gr
Zat aktif
2
Asam phospat
0,0744 gr
Buffering agent
3
Garam posphat
0,0178 gr
Buffering agent
4
Etanol 95 %
2 ml
Pelarut
5
WFI
Ad 20 ml
Pelarut

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi phenytoin Na adalah teknik aseptik
XIII.       DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV .ISBN
Agoes Goeswin. Sediaan Farmasi Steril (SFI-4). ITB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.  Farmakope Indonesia edisi IV,dan III Jakarta: Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5th ed., London : Pharmaceutical Press.

#NB : Dibaca dan periksa lagi ya..ada satu kalimat yang salah maka akan terjadi kesalahan yang fatal..